Atasan menegur bawahan, biasa. Bawahan mengritik atasan, baru luar biasa.
Namun sejalan dengan tuntutan persaingan dunia, model hubungan atasan-bawahan perlu diubah. Hubungan keduanya tidak lagi ditentukan oleh mekanisme kekuasaan, tapi lebih bertumpu pada mekanisme kerja yang saling menguntungkan.
Keempat, hindari kritik tanpa argumentasi jelas. Kritik seperti ini hanya akan membuat Anda terperosok ke dalam lubang yang Anda buat sendiri. Kritik tanpa penjelasan sama artinya dengan upaya memaksakan kehendak. Apalagi, jika Anda juga minta hasil kongkret atas saran/rekomendasi yang Anda berikan. Ini mustahil dan malah akan memojokkan Anda sebagai bawahan yang tidak kooperatif.
Kelima, setelah mengritik, tunjukkan peluang keuntungan yang bisa dipetik dari saran atau rekomendasi tersebut. Namun, ingat: jangan sampai terkesan menggurui. Betapapun pimpinan masih membutuhkan penghormatan harga diri yang sepadan dengan jabatan yang diperolehnya.
Terakhir, tunjukkan kritik yang spesifik. Artinya, berikan catatan-catatan yang lugas, jelas dan menuju sasaran. Kritik yang sifatnya umum dan samar-samar justru akan menambah bingung pimpinan. Ingat, bagaimanapun isi saran dan kritik Anda akan mempengaruhi tingkat kredibilitas Anda di mata pimpinan.
Namun sejalan dengan tuntutan persaingan dunia, model hubungan atasan-bawahan perlu diubah. Hubungan keduanya tidak lagi ditentukan oleh mekanisme kekuasaan, tapi lebih bertumpu pada mekanisme kerja yang saling menguntungkan.
Pada
tataran akademis, atasan memang harus berperan dalam menentukan keberhasilan
perusahaan. Penelitian di Universitas Harvard menyebutkan, sukses-tidaknya suatu
lingkungan kerja, 85% ditentukan sikap atasannya. Bila sikap atasan sangat
feodalistis, birokratis dan otoriter, dipastikan akan melahirkan perusahaan yang
keropos dan hubungan kerja yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, bila sikap
atasan didasarkan pada kepercayaan, penghargaan dan pengakuan kompetensi, bisa
diyakini, pimpinan dapat mengarahkan perusahaan menjadi yang terbaik.
Ada
dua gaya kepemimpinan yang biasa diperlihatkan atasan. Pertama, gaya
kepemimpinan transaksional, yakni kepemimpinan yang didasarkan pada "transaksi"
untuk setiap pekerjaan yang dihadapi. Pimpinan akan memberi imbalan berupa
ganjaran atau hukuman atas pelaksanaan hasil kerja yang diperintahkan.
Kepemimpinan transaksional lebih banyak menggunakan kekuasaan untuk
menghukum bawahan bila yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas yang
diperintahkannya, menggunakan kewenangan untuk memberikan penghargaan kepada
bawahan yang dapat melaksanakan tugas dengan baik. Pimpinan yang feodal dan
birokratis hanya mau mendengar hal-hal yang ingin mereka dengarkan. Hal-hal yang
seharusnya diketahui, justru tidak didengarkan. Maka, bawahan yang disukai
adalah bawahan yang ABS (asal bapak senang).
Kedua, gaya kepemimpinan transformatif, yaitu kepemimpinan yang dinamis
dan selalu mengadakan pembaruan. Pimpinan seperti ini akan selalu memotivasi
bawahan untuk bekerja guna mencapai sasaran, karena ia sadar perannya sebagai
pendorong, fasilitator dan katalisator. Dalam hal ini, orientasi pimpinan bukan
memupuk kekuasaan, melainkan memuaskan pelanggan dalam arti seluas-luasnya.
Pimpinan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi kelangsungan inisiatif dan
kreativitas bawahan, yang akan memicu berkembangnya profesionalisme.
Menyimak dua gaya kepemimpinan di atas, bukan berarti bawahan lalu
menjadi objek yang bisa digiring ke kiri-kanan. Tidak demikian. Justru bawahan
dituntut berperan aktif mengubah paradigma lama tentang atasan dan bawahan.
Paradigma lama manajemen otokratis, birokratis dan statis harus diganti dengan
budaya melayani yang dinamis, inovatif dan responsif terhadap
perubahan-perubahan yang berjalan semakin cepat.
Salah
satu upaya membentuk paradigma baru tersebut adalah dengan membangun hubungan
kerja atasan-bawahan melalui komunikasi yang baik dan kritik yang efektif.
Komunikasi menyangkut interaksi dua arah untuk saling mengisi kelemahan dan
kelebihan masing-masing, sedangkan kritik harus diartikan sebagai harapan
terjadinya perubahan menuju perbaikan. Kritik menjadi masukan yang positif, dan
tidak ditafsirkan sebagai tantangan atau rongrongan terhadap kewibawaan.
Jadi,
bobot kebutuhan kritik sama saja dengan kebutuhan komunikasi. Dan itu tidak
harus selalu datang dari atasan. Bawahan pun berhak mengritik atasan. Yang
terpenting, kritik akhirnya bisa berdampak memotivasi atasan untuk bekerja dan
memberikan pelayanan lebih baik.
Berikut adalah tip mengritik atasan agar efektif dan memberikan dampak
positif:
Pertama, pahami dan pelajari gaya kepemimpinan atasan Anda, ia tipe
pemimpin yang transaksional ataukah transformatif. Dengan mengenali sikap dan
gayanya, Anda akan lebih mudah masuk membuka komunikasi dan sekaligus
menempatkan diri.
Kedua, datanglah sebagai bawahan yang peduli dan ingin membantu atasan.
Tunjukkan perhatian Anda dengan memberikan sikap simpati dan peduli terhadap apa
yang dirasakan pimpinan, khususnya ambisinya mencetak sukses.
Ketiga, carilah waktu dan kondisi yang tepat ketika Anda mengritik.
Jangan sekali-kali mengritik atasan di depan karyawan lain. Juga, jangan
mengritik saat sang pimpinan dalam keadaan tertekan karena sedang menghadapi
persoalan. Kritik semacam itu selain tidak efektif, malah bisa menjadi bumerang,
berbalik menjadi kemarahan yang tidak ada ujung-pangkalnya.
Keempat, hindari kritik tanpa argumentasi jelas. Kritik seperti ini hanya akan membuat Anda terperosok ke dalam lubang yang Anda buat sendiri. Kritik tanpa penjelasan sama artinya dengan upaya memaksakan kehendak. Apalagi, jika Anda juga minta hasil kongkret atas saran/rekomendasi yang Anda berikan. Ini mustahil dan malah akan memojokkan Anda sebagai bawahan yang tidak kooperatif.
Kelima, setelah mengritik, tunjukkan peluang keuntungan yang bisa dipetik dari saran atau rekomendasi tersebut. Namun, ingat: jangan sampai terkesan menggurui. Betapapun pimpinan masih membutuhkan penghormatan harga diri yang sepadan dengan jabatan yang diperolehnya.
Terakhir, tunjukkan kritik yang spesifik. Artinya, berikan catatan-catatan yang lugas, jelas dan menuju sasaran. Kritik yang sifatnya umum dan samar-samar justru akan menambah bingung pimpinan. Ingat, bagaimanapun isi saran dan kritik Anda akan mempengaruhi tingkat kredibilitas Anda di mata pimpinan.
***
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan komentar dengan baik. Komentar bernada spam akan saya hapus