Mengapa orang tua punya kelebihan? Karena, mereka punya pengalaman yang tidak
dimiliki orang muda. Orang tua memang tak salah kalau kerap diposisikan sebagai
orang yang kenyang makan asam garam kehidupan.
Kata Kong Hu Cu alias Confucius, usia tua memberi kesempatan arif. Wajarlah, mereka pun diposisikan sebagai tempat bercermin generasi di bawahnya, karena senioritas yang dimilikinya. Namun, lintasan sejarah pun mencatat kiprah orang-orang muda. Kartini menggulirkan ide kesetaraan saat usianya masih muda. Begitu pula Soekarno, yang memulai kariernya sebagai politikus ketika masih menyandang predikat pelajar.
Kata Kong Hu Cu alias Confucius, usia tua memberi kesempatan arif. Wajarlah, mereka pun diposisikan sebagai tempat bercermin generasi di bawahnya, karena senioritas yang dimilikinya. Namun, lintasan sejarah pun mencatat kiprah orang-orang muda. Kartini menggulirkan ide kesetaraan saat usianya masih muda. Begitu pula Soekarno, yang memulai kariernya sebagai politikus ketika masih menyandang predikat pelajar.
Usia
memang bukan kelebihan. Di dunia bisnis pun, orang-orang muda makin
menyemarakkan kancah bisnis. Profesional muda yang membawahkan karyawan lebih
senior dari sisi usia, sudah pemandangan biasa. Di perusahaan-perusahaan yang
masih kental dengan budaya paternalistis, khususnya di perusahaan swasta lokal
dan BUMN, senioritas sangat mewarnai budaya kerja. Alhasil, senioritas kerap
menjadi kendala.
Lain
halnya di perusahaan yang telah menerapkan budaya egalitarian, seperti
perusahaan asing. Di sini, tak muncul budaya senioritas. Siapapun yang menjadi
pimpinan -- anak muda sekalipun -- dipastikan sistemnya tetap berjalan normal.
Tidak ada yang membedakan, dari sisi usia, status maupun pengalaman. Tak
heranlah, dalam pergaulan kerja antarkaryawan pun akrab memanggil nama saja,
tanpa embel-embel pak atau bu. Begitu terbuka.
Perlu
trik-trik khusus menyiasati senioritas. Pengalaman Ainun Na`im, Vice
President Senior Korporat dan CFO Pertamina, dapat menjadi potret sukses
membawahkan orang-orang yang lebih senior dari sisi usia dan pengalaman. Ainun
yang lama berkiprah sebagai pengajar sangat menyadari mayoritas karyawan di
bawahnya lebih senior dibanding dirinya. Ia bergabung dengan Pertamina pada
Februari 2000, ketika usianya menginjak 42 tahun.
Di
Pertamina, unsur senioritas demikian tinggi dan pejabatnya demikian dihormati.
Dalam pandangannya, sebenarnya rasa hormat itu wajar-wajar saja. Bukan berarti,
hanya bawahan yang harus menghormati atasan. Sebaliknya, atasan pun harus
menghormati bawahan. Saling menhargai atau mutual respect itu sedang
dicanangkan Pertamina saat ini. Menurutnya, ia siap menghargai siapapun, atasan
ataupun bawahannya. Termasuk, memberikan hak ke semua karyawannya untuk bisa
bertemu dengannya.
Ainun
mengaku tidak merasakan adanya hambatan, ketika dihadapkan pada kenyataan
tersebut. Maklum, ia sudah terbiasa bekerja dalam satu tim dengan orang-orang
yang lebih senior. Saat di kampus, misalnya, dia sering memimpin beberapa proyek
yang anggotanya rata-rata lebih tua. Semua karyawan di Pertamina, termasuk
mereka yang senior, diakuinya sangat menghormati kehadirannya. Ainun sama sekali
tidak menemui hambatan atau semacam penolakan dari para pegawai Pertamina yang
umurnya lebih tua. Hingga saat ini, hubungannya dengan seluruh karyawan pun
terjalin dengan baik.
Toh,
ia tak menutupi fakta bahwa budaya senioritas masih kental. Misalnya, seorang
staf memunyai ide-ide yang baik. Idealnya, Ainun menuturkan, sang manajer segera
merespons. Sayang, si manajer lebih menonjolkan sifat senioritas, sehingga ide
brilian itu kandas. Dalam kondisi demikian, tentu informasi dari bawah agak
sulit bisa sampai kepadanya. Sekat-sekat semacam itu saat ini mulai dibenahi
Ainun, dengan memberi karyawan kesempatan seluas-luasnya berkirim e-mail
kepadanya. Di samping itu, Ainun juga memberi kesempatan bawahannya
berkomunikasi langsung dengannya. Ke depan, secara bertahap dia berkeinginan
melakukan perubahan, agar senioritas tidak lagi menjadi penghambat arus
informasi.
Di
mata Ilham A. Dilmy, Partner Amrop International, orang yang dari sisi usia
lebih muda memang kerap menemui hambatan budaya paternalistis. Boleh jadi,
secara teori Ainun mengetahui Pertamina secara detil. Namun, kehadirannya
sebagai orang muda di Pertamina dengan posisi sangat penting, sangat mungkin
menimbulkan gesekan dengan bawahan, yang rata-rata lebih tua dibandingkan dengan
Ainun. Sejatinya, bisa saja Ainun melakukan pembenahan di Pertamina melalui
pendekatan budaya egalitarian. Hanya saja, Ilham tidak meyakini itu bisa
dilakukannya. Menurutnya, sangat kecil kemungkinannya berhasil. Perlu adanya
political will pimpinan pusat Pertamina untuk mengubah budaya perusahaan
secara total, bila memang sistemnya ingin berjalan.
Ada
alternatif lain sebenarnya yang bisa dipakai. Yakni, memosisikan diri secara
tepat di lingkungan BUMN itu. Suatu saat dia harus bisa memosisikan diri sebagai
atasan, dan di saat lain sebagai orang muda. Menurutnya, ada pengalaman menarik
yang mungkin bisa dijadikan contoh. Ini terjadi di perusahaan Tugu Pratama,
perusahaan yang bernaung di bawah Pertamina. Salah satu pegawainya yang masih
berusia 32 tahun diangkat menjadi manajer, membawahkan pegawai yang rata-rata
berumur 40 tahun ke atas.
Sang
manajer muda ternyata cukup cermat memosisikan diri. Misalnya, dia biasa menyapa
bawahannya dengan sebutan bapak. Sebaliknya, dia menyarankan bawahannya yang
sudah tua memanggilnya dengan nama saja. Strategi lainnya, selama ini dia
memberi kepercayaan penuh bawahannya yang rata-rata lebih senior. Artinya,
mereka tidak melulu ditanya soal pekerjaan terus-menerus. Kalau ditanya soal
pekerjaan terus, tentu mereka merasa gerah. Cukup diberi kepercayaan secara
penuh, mereka pun mengerjakannya secara leluasa.
Intinya, menurut Ilham, keberhasilan sang yunior terletak pada bagaimana
dia bisa memosisikan diri. Yang lebih penting, harus ada keberanian mendelegasi
wewenang ke bawahan yang lebih tua. Berikan mereka kepercayaan penuh, dan
manajer cukup tutwuri handayani. Ini penting, untuk menghindari konflik yang
mungkin terjadi, karena perbedaan usia.
Tanpa
upaya itu, Ilham menduga, pimpinan sulit berhasil membawahkan para pegawai yang
lebih senior. Maklum, Ilham sendiri pernah punya pengalaman yang kurang-lebih
sama, saat dia bekerja pada perusahaan minyak asing terkemuka. Saat itu, ia
berumur 36 tahun, sedangkan bawahannya rata-rata di atas 50 tahun. Saat pertama
kali masuk ke perusahaan, banyak di antara bawahan yang memandang sebelah mata
kehadirannya.
Ia
lantas menerapkan strategi pendekatan dan menghargai mereka, sebagai orang yang
yang lebih senior dan jauh berpengalaman. Kerap kali bawahannya itu ditanya dan
dilibatkan ketika dia akan mengambil keputusan. Dia bahkan tidak segan-segan
menanyakan ke bawahan, walaupun kadang-kadang jawabannya sudah tahu. Itu sengaja
dilakukan sebagai strategi menghargai mereka.
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu diperhatikan seorang profesional
ketika ia harus membawahkan orang-orang yang lebih tua: Mengubah budaya,
mengubah peranan, dan sering bertanya ke bawahan. Dengan upaya itu, diharapkan
bisa tercipta keberhasilan, tanpa harus mengorbankan harga diri bawahan yang
lebih tua.
Dedi Humaedi dan Henni T. Soelaeman
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan komentar dengan baik. Komentar bernada spam akan saya hapus